Nilai Estetika
‘Sosiologi kesenian dalam beberapa cara telah melampaui laporan singkatnya, sejauh karena ini gagal untuk mempertimbangkan “estetika”. Tentu saja tema sentral dari buku ini adalah tidak dapat dikuranginya “nilai-nilai estetika” untuk koordinasi sosial, politik atau ideologis (Wolff 1993: 11). Sebagaimana wolff buktikan analisisnya yang ringkas dan penuh ilham tentang lapangan, sosiologi kesenian gagal untuk menerangkan ‘mengapa teks ideologis khusus akan menghasilkan kepuasan estetika. ‘Kritik tentang kesenian sebagaimana ideologi terlihat dihasilkan dalam hilangnya kesenian sebagai apa saja selain ideologi dan ada banyak alasan mengapa hal ini tidak akan melakukannya’ (1993: 23)
Salah satu cara menolak pengurangan estetika ini kepada sosial dan tentang penilaian estetika terhadap ideologi adalah untuk kembali kepada argumentasi Kantian untuk otonomi estetika dan untuk evaluasi politik dan moral positif dari kesenian sebagai sebuah mode mengetahui dan sebuah praktek yang berakar darinya. Perhatian Kant dengan estetika berakar dari perhatiannya terhadap imajinasi. (Di dalam seksi berikutnya saya berhutang kepada Bowie.) Problemnya adalah bahwa akal manusia dan kesadaran moral adalah berdasarkan atas fakultas imajinasi. Ini adalah imajinasi yang telah menciptakan sebuah pendahuluan memesan keluar kekacauan tentang kesan-kesan segera (immediate impresion) dari panca indera yang dengannya akal kemudian dapat bekerja, dan yang telah menciptakan, sebagai bagian dari kesengajaan yang menjadi dasar bagi moral umat manusia, dunia yang belum eksis. Maka kemudian imajinasi adalah esensi dari fakultas kemanusiaan, tapi, sebagaimana kemungkinan kesengajaan moral dan proyeksi tentang masa depan alternatif jalan tindakan ini juga menciptakan bahaya fantasi yang menyesatkan. Kategori tentang otonomi, ‘seni yang tak berkepentingan’ adalah diciptakan untuk menghadapi problem ini. Kesenian adalah penggunaan imajinasi ‘bebas’. Hal ini mempunyai dua implikasi yang bertentangan. Di satu sisi ini adalah mode (cara) mengetahui yang menjembatani sisi rasional dan inderawi manusia. Maka ini adalah sebuah aktifitas yang di dalamnya seseorang dapat memperoleh akses kepada, dan lalu menyatakan atau memproduksi ilmu pengetahuan tentang, sisi-sisi kesadaran diri tersebut yang menjadi basis untuk, dan pada saat yang sama tidak dapat diakses untuk, akal. Di sisi lain ini adalah juga merupakan sebuah aktifitas yang memampukan manusia melarikan diri dari rintangan-rintangan dari dunia kebutuhan dan kepentingan yang diturunkan darinya dan untuk mewujudkan dunial moral alternatif yang di dalamnya perintah-perintah kategoris dapat diberi bebas tali kendali, dan kebahagiaan dan kebaikan dapat dikombinasikan. Sebagaimana Schiller tulis, ”Hanya komunikasi tentang keindahan yang menyatukan masyarakat, karena hal ini terkait dengan apa yang lazim bagi mereka semua.” (dikutip dalam Bowie 1990: 13)
Dari posisi ini di sana kemudian dikembangkan dua teori yang berbeda tentang nilai otonomi kesenian. Pertama, melalui Romantisisme Jerman, memperdebatkan nilai kesenian di atas dasar penolakannya terhadap rasuonalitas dan kemudian sebagai sebuah tempat perlindungan terhadap efek-efek mengecewakan dari Dialektika Pencerahan. Menekankan hubungan antara kesenangan estetika dan inderawi (sensual), kesenian terlihat sebagai sebuah ekspresi dari kekhususan ketimbang universalitas dari pemikiran ilmiah dan sebagaisebuah ekspresi dari pluralitas kreatif yang tidak dapat dikontrol selamanya dari bentuk-bentuk kehidupan. Untaian pemikiran itu kemudian dibangun menjadi vitalisme dari kehendak Nietzsche untuk kekuasaan, di mana semua aktifitas manusia dapat dinilai dengan standar estetika.
Di sisi lain, kita menggabungkan, dengan praxis-nya Hegel, teori proyeksi tentang formasi subjektifitas manusia, dan pencarian mitologi baru, kesenian telah dilihat sebagai dunia pendidikan moral dan sebagai sebuah dunia yang di dalamnya kemungkinan pembebasan manusia dapat dialami dan kemudian dibuka, jika hanya sebagai sebuah kemungkinan utopian. Hegel berpendapat bahwa subjek manusia menjadi mengetahui dirinya sendiri dan alam serta dunia sosial melalui interaksi yang bertujuan (bermanfaat) dengan dunia-dunia tersebut – proses yang datang, di dalam pengembangan Marx terhadap pemikiran Hegel, yang dikenal sebagai buruh. Di dalam teori praxis ini bentuk-bentuk simbolik adalah dilihat sebagai sebuah objektifikasi dan proyeksi dari interaksi ini antara subjek dan dunia alami dan manusia-manusia lainnya, sebuah interaksi yang di dalamnya individu dan masyarakat menjadi mengetahui diri mereka sendiri dengan menciptakan diri mereka sendiri dan sebuah realitas sosial yang perlu dibagi bersama (shared). Inilah sebuah pandangan yang menginformasikan, contohnya, analisis estetika dari Lukacs. Untuk keperluan kita seperti sebuah teori yang kemudian terkait dengan teori tentang kepentingan sosial dan perjuangan untuk pengembangan di dalam tradisi Marxist, sebuah teori tentang ideologi yang berbasis pada pengasingan (alienation) buruh, seperti bahwa manusia tidak dapat lagi mengenali dirinya sendiri dan oleh karena itu kepentingan mereka dalam objektifikasi simbolik yang mereka hasilkan. Hal ini kemudian dikembangkan menjadi sebuah teori tentang kesenian, yang paling terkenal dengan Mazhab Frankfurt dan khususnya Adorno, yang menggabungkan pendekatan praxis dengan penolakan terhadap kekecewaan dan rasionalitas instrumental dari Romanticisme. Mazhab Frankfurt berpendapat bahwa nilai dari kebenaran terletak di dalam kondisi yang tidak terasing dari produksi, dan oleh karena itu di dalam kemungkinannya sebagai sebuah kebenaran dan objetifikasi khayalan dan non-reified (bukan pembendaan) dari kemungkinan manusia. Ini telah mengembangkan sebuah kritik terhadap industri budaya dan produknya sebagai ideologis karena menghasilkan kesenian dan pembentukan yang terasing, melalui objektifikasi ini, manusia yang terasing tidak menyadari kemungkinan terbaiknya sendiri. Point yang saya akan harapkan untuk ditekankan di sini adalah ahwa ini adalah di samping point untuk mengkritik pendekatan ini, sebagaimana sekarang adalah ortodoks dalam teori media dan budaya, sebagai elitis. Ini adalah kritik yang berdasarkan atas sebuah teori tentang pemujaan (pemberhalaan) komoditi (commodity fetishism) dan secara mudah tidak mempunyai apapun untuk dilakukan, satu cara atau lainnya, dengan elitisme dan kesenian berbasis kelas. Sebagaimana Bowie telah menganalisa secara mengagumkan, ini adalah sebuah posisi yang mendasarkan argumentasinya untuk keperluan bagi kesenian yang otonom atas sebuah perdebatan filosofis berlatar sejarah bukan tentang kelas, tapi tentang sifat-sifat kesadaran-diri, kesadaran-diri yang wajib menjadi latar (ground) untuk aksi rasional otonom. Berdasarkan atas analisis Kant tentang keluhuran/kemahamuliaan (sublime) sebagai sebuah ekspresi dari ‘Yang tak dapat dikatakan’, atau kebenaran dari kekhususan inderawi (sensual particularity) dari pengalaman kita sendiri dan alam yang tidak dapat ditangkap dalam generalisasi dan abstraksi yang bergerak dari pemikiran konseptual dan kategorinya, dan atas perkembangan terakhir dari idealis Jerman dan Romantic yang keluar darinya, hal ini menyarankan perlunya produksi estetika otonom sebagai penolakan dan perlawanan setiap keruntuhan sempurna dari individual ke dalam sosial, atau yang khusus kepada yang umum, atau yang inderawi kepada yang rasional, dan kemudian secara dialektik, menjaga terbukanya kemungkinan, jika hanya sebagai harapan khayal, dari sesuatu yang dapat hidup terus, komunitas non-dominative dari kebebasan, otonomi, pribadi yang rasional. Walaupun Bourdieu berusaha untuk mengurangi keseluruhan tradisi pemikiran estetika ini menjadi status ideologi, kasus yang dibuatnya untuk peranan kesenian dan tentang kesenangan/kenikmatan estetika sebagai tidak dapat dikurangi menjadi ideologis, dan tentang kekhususan mereka dan otonomi sebagai bukan selubung kekuasaan, tetapi membawa kemungkinan pembebasan yang menggabungkan kebahagiaan (pembentukan identitas), dan kebaikan (sebuah dunia sosial yang dapat diterima secara moral), perlu diambil secara serius.
Ini adalah posisi umum, yang menyokong sebuah pendekatan etika untuk pengesahan bentuk-bentuk simbolik, kepada yang sekarang saya jalankan.
Sumber:
www.vanillamist.com